Ingin tidur
Melupakan kesabaran
Menangguhkan penghitungan
Bertemu denganmu
Tanpa sesak di dadaku
Iya ingin tidur
Hirup
neang pikir di kaanggangan...
Kamis, 04 Februari 2016
Sabtu, 05 April 2014
Langkah-langkah kecil ini sebetulnya tak punya tujuan pasti
Ya, mungkin hanya mengikuti arah angin
Tapi ternyata angin tak pernah menunjukkan jalan
hanya saja aku mendengar hembusan lain yang terdengar pasti
kemana?
Ya, ke sana, ke arah rumahmu.
Karena...
Rumahmu lah rumah yang paling ingin kusimggahi.
Ya, mungkin hanya mengikuti arah angin
Tapi ternyata angin tak pernah menunjukkan jalan
hanya saja aku mendengar hembusan lain yang terdengar pasti
kemana?
Ya, ke sana, ke arah rumahmu.
Karena...
Rumahmu lah rumah yang paling ingin kusimggahi.
SEPI
Menyukai sepi tapi tentu tak merasa kesepian.
Selalu merasa nyaman ketika sepi setia menemani.
Ketenangan hati kudapati di saat sepi.
Memaknai hidup,
Mengenal diri sendiri,
dan berterimakasih kepada Sang Pencipta,
itu semua kudapat saat sepi, hanya pada saat sepi!
Menyepi bukan berarti rendah diri,
menyepi bukan bearti memisahkan diri,
menyepi hanyalah cara untuk merenungi diri.
Kamis, 03 April 2014
Misteri Senandung Sang Ibu, "Tanah Airku"
Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanahku yang ku cintai
Engkau ku hargai
Walapun banyak negeri kujalani
Yang mahsyur permai dikata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah ku merasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
"Tanah Airku" ...
Lantunan lagu yang sangat indah,
senandung yang lahir dari murninya hati seorang Ibu.
Ibu itu bernama Saridjah Niung Bintang Soedibjo, kita mungkin lebih mengenalnya dengan sapaan Ibu Soed.
Lagu ciptaannya yang berjudul Tanah Airku itu, untukku pribadi seperti sihir yang menyayat hati.
Aku selalu berusaha membayangkan, apakah yang sebenarnya sedang beliau rasakan dan pikirkan pada saat menciptakan lagu tersebut?
Saat itu, gambaran Tanah Air seperti apa yang dilihatnya?
Tanah Air seperti apa yang begitu ia hargai?
Dan Tanah Air seperti apa yang begitu tidak ingin ia lupakan?
Bahkan mungkin, baginya apakah arti Tanah Air itu sendiri?
Sayangnya, aku mungkin takkan pernah dapat menanyakannya secara langsung pada Sang Ibu.
Tapi, aku hanya akan mencoba menerka, berusaha melihat apa yang telah dilihat matanya, dirasakan oleh hatinya di masa lalu.
Pada suatu hari yang telah direncanakan, misteri senandung Ibu Soed itu, kuterjemahkan begini:
Aku dan beberapa teman merencanakan perjalanan liburan kami ke Kota Garut,
mengunjungi pantai-pantai selatan nan eksotis di sana,
Sepanjang perjalanan dari Cimahi, Bandung, hinggga perbatasan Kabupaten Bandung aku tidak merasakan apapun selain letih.
Namun, saat mulai memasuki perbatasan Kab.Bandung dan Kota Garut, di situlah aku mulai merasa menemukan Tanah Air yang dimaksud oleh Ibu Soed dalam lagunya.
Pemandangan seperti gunung-gunung, perbukitan, hutan-hutan, sungai yang mengalir, dan terlebih lagi udaranya..........dan tanpa sadar aku menyanyikan lagu Tanah Airku.Terus-menerus begitu.
Kota Garut cukup indah, tapi semakin menilik ke dalam, Garut ternyata lebih indah lagi.
Perjalanan kami mulai memasuki daerah-daerah pedesaan, seperti Bayongbong, Cisurupan, Cisompet, lalu Pameungpeuk, indah, sungguh sangat indah.
Kami melewati perkebunan teh yang terhampar begitu luasnya, hijaunya seperti zamrud.
Melewati tebing-tebing gunung yang terlihat mengerikan tapi membuat Indonesia menjadi lebih 'gagah'
Hutan-hutan lebat yang menyimpan cerita kehidupan para binatang liar di dalamnya
Sungai-sungai yang.....aduhai, airnya, jernihnya, derasnya.
Dan tahukah kalian apa yang aku saksikan, dua burung elang terbang menari dengan sangat indah.
Dan pemandangan itu amat sangat menakjubkan, buatku!
Ya Tuhan, aku di mana? Tanah Air? Inikah yang Sang Ibu maksud? belum sepenuhnya terjawab.
Tiba juga, Pantai Santolo tujuan pertama kami.
Pantai ini dekat dengan lokasi LAPAN tempat pengujian peluncuran roket milik AURI.
Santolo sebenarnya cukup indah, di sana ada pulau kecil tempat guha Belanda pernah berada.
Tapi sayangnya, pantai ini sedikit ternoda karena ulah manusia.
Tak jauh jaraknya dari Santolo, ada pantai bernama Sayang Heulang.
Dinamai begitu, karena di sebelah ujung terdapat pesisir pantai berbentuk rawa kecil di mana dulu dijadikan Sayang Heulang.
Pantai ini ternyata lebih indah, lebih sepi, dan lebih tenang tentunya.
Banyak rumput-rumput laut hijau yang seperti menyala di dalam air,
kumbang-kumbang yang amat cantik,
Aku sulit mengungkap semuanya, begitu indah!
Sekali lagi, Ya Tuhan, aku di mana? Tanah Air? Inikah yang Sang Ibu maksud?
Sore harinya, kami melanjutkan perjalanan, kali ini tujuannya Pantai Ranca Buaya.
Jaraknya lumayan cukup jauh dari Pantai Santolo kurang lebih 30 km.
Dan di saat menempuh perjalanan ke Ranca Buaya lah aku mendapat jawaban misteri senandung Sang Ibu.
Aku mungkin takkan mampu mengunkapkannya secara tepat kepada kalian,
Jika kalian mendengarnya mungkin hanya akan seperti semacam bualan dilengkapi majas hiperbola
Tapi semampuku akan kuceritakan begini:
Rancabuaya terletak di Kecamatan Caringin, Kab. Garut. Pantai indah ini berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Askes menujunya, bisa kita tempuh dengan alternatif perjalanan, dari Garut Kota-Cikajang-Pameungpeuk-Rancabuaya, atau alternatif lainnya yang lebih singkat adalah Bandung-Baleendah-Banjaran-Pangalengan-Cisewu-Rancabuaya.
Rancabuaya sebetulnya pantai yang sangat indah, masih sepi, dan alami.
Sayangnya, saat sampai di sana, matahari sudah mulai masuk peraduannya.
Meski sedikit gelap, aku masih bisa merasakan ada hal yang begitu indah yang pantai ini miliki.
Di Rancabuaya sedikit yang bisa kuceritakan, karena hari menjelang larut.
Tapi...
Ada banyak yang bisa kuceritakan tentang perjalanan menuju surga dunia yang tersembunyi itu.
Rute yang kami tempuh adalah dari Pameungpeuk, Pantai Santolo.
Akses jalan beragam, mulai dari jalan aspal yang mulus, berbatu, tikungan tajam, tanjakan yang curam pun kami lewati.
Sepanjang perjalanan menuju Rancabuaya, yang kutemukan adalah benar-benar sebuah potongan puzzle kecil TANAH AIR yang Ibu Soed maksud. Kukatakan begitu, karena di sanalah aku menemukan tanah air yang begitu Ibu Soed cintai.
kami melewati jembatan yang dibawahnya mengalir sungai berbatu yang begitu deras,
Sungai-sungai tersebut pastilah alirannya menuju pantai, yang ikut juga mengaliri sawah-sawah disekitarnya.
Areal perkebunan dan pertanian yang begitu luas yang menjadi sumber kehidupan para penduduk desa.
Sungguh, kata-kataku habis untuk melukiskan keindahnnya, maka silahkan kalian saksikan sendiri.
Seperti biasa aku tak tahan untuk tidak benyanyi Tanah Airku. Senandung hati Sang Ibu.
Ada yang hampir kulewatkan untuk diceritakan,
sepanjang perjalanan kami banyak melewati mesjid dan surau-surau kecil, kami pun sempat singgah di salah satu mesjid untuk melaksanakan shalat.
Ada satu hal yang begitu menggugah di sini, selepas maghrib mesjid ataupun surau selalu terisi oleh anak-anak desa yang sedang mengaji. Guru ngajinya pun bukan hanya guru yang telah lanjut usia, tapi seorang guru muda yang tak jauh beda usianya dengan mereka. Menakjubkan. Pemandangan yang sudah sulit ditemui di perkotaan.
Dan, inilah tanah Airku. Senandung hati sang Ibu.
Baiklah, aku hanya mampu menerjemahkannya begitu.
Misteri Senandung Hati sang Ibu.
Mungkin, sebatas mungkin, apa yang aku rasa, juga yang dirasakan sang Ibu ketika mencipta lagunya.
Ibu Soed tentu adalah seorang perempuan pertiwi, yang sangat cinta pada Tanah Airnya.
Ia melihat dengan hatinya, bahwa Tanah Airnya adalah kenangan terindah yang tidak akan ia lupakan.
yang meskipun ia pergi jauh, ia akan kembali
yang meskipun kata orang ada negeri yang lebih mahsyur dari negerinya, ia tetap akan kembali.
Tanah air, yang ia banggakan. dan kini, aku banggakan.
Lucunya aku selalu merasa, ketika Tuhan menciptakan Indonesia, Tuhan sedang amat bergembira,
Jika Indonesia adalah sebuah lukisan, tentu lukisan yang teramat indah yang diciptakan Tuhan.
Indonesia tidak lain adalah sebuah anugerah, keindahannya murni hadiah dari Tuhan, tak seperti negara lain yang kebanyakan keindahnnya diciptakan sendiri. Tanah Airku, berbeda dari Tanah Air orang lain, Dan, aku bangga karenya.
Ibu...
Tanah airku, Tanah airmu tentu sama kan? Indonesia
Tapi sayangnya kita hidup di masa yang berbeda.
Tanah Airku kini tentu saja tetap indah, tapi penghuninya, tak banyak yang mampu memahaminya.
Kebanyakan dari mereka begitu tertarik dengan tanah air orang lain, yang sebetulnya tak memiliki apa yang kita miliki di Tanah Air kita. Maafkan kami...
Suatu saat aku takut begitu juga, tak mampu menyanyikan lagumu dengan hatiku.
Ingatkan aku Bu, bahwa rumah dan kampung halamanku ada tempat yang paling menyenangkan dan menenangkan.
Tanah Airku...
Aku tetap mencintaimu meski orang-orang kebanyakan mencacimu,
Tanah airku, tak ada yang salah darimu, yang salah hanyalah kami yang menginjak tanahmu.
maafkan kami...
JIka suatu saat kau marah, mungkin itu peringatan dari penciptamu.
maka selalu ingatkan kami dengan cara-Mu, Tuhan.
Yang mencipta Tanah Air-ku.
Senin, 14 Oktober 2013
Rabu, 21 Agustus 2013
Nasihat Mama (30 Juni 2013)
Selamat "ULANG TAHUN"
Semoga Allah melindungimu, memberkahi umurmu, dan memberi ILMU yang bermanfaat bagi orang banyak. Amiin
Kehidupan yang baik berawal dari perbuatan baik.
Bukan karena jabatan/gelar kita dihormati, tapi dari perilaku dan pribadi kita yang baik.
Semoga Allah melindungimu, memberkahi umurmu, dan memberi ILMU yang bermanfaat bagi orang banyak. Amiin
Kehidupan yang baik berawal dari perbuatan baik.
Bukan karena jabatan/gelar kita dihormati, tapi dari perilaku dan pribadi kita yang baik.
Langganan:
Postingan (Atom)